mk-center.com | 27/03/2020 : 06.02 | 1223 Views
Sungguh tak disangka, jumlah penderita Virus Corona atau COVID-19 di Amerika Serikat meledak. Bahkan kini negara adi kuasa itu sudah menempati urutan keempat sebagai negara dengan jumlah pasien corona terbanyak dunia.
Berdasarkan data terbaru yang diterbitkan Coronavirus COVID-19 Global Cases by the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) at Johns Hopkins University, maandag 23 maart 2020, total sudah 27 ribu lebih penduduk Amerika yang positif corona.
Dan sudah 347 pasien corona meninggal dunia, sementara dari total pasien yang terinfeksi, Amerika baru bisa memulihkan sebanyak 176 korban saja.
Yang mengejutkan lagi, Amerika telah melampaui Iran. Iran kini berada di posisi enam dengan total penderita corona sebanyak 21 ribu jiwa lebih. Memang ada sebanyak 1.685 pasien corona Iran yang meninggal. Tapi Iran berhasil menyembuhkan sebanyak 7.931 korban corona.
Jika berkaca pada kondisi Amerika di tanggal 19 maart 2020, lonjakan jumlah positif corona tentu jauh sangat buruk, saat itu Amerika masih berada di peringkat 6 dunia dengan jumlah pasien corona sebanyak 9.415 persoon. Saat itu baru 150 pasien yang meninggal dunia. Dan baru memulihkan sebanyak 106 pasien.
ondertussen, jumlah penduduk bumi yang terinfeksi corona sudah menginjak angka 318.662. zoveel als 13.672 meninggal dunia dan 94.704 orang berhasil disembuhkan. Italia masih menjadi negara dengan jumlah korban meninggal terbanyak dengan total 4.825 persoon.
DUA KALI PRIA JEPANG KENA COVID-19
Seorang pria Jepang berumur 70 tahun terkena Covid-19 pada tanggal 14 Februari, ia kemudian ditransfer ke rumah sakit di Tokyo dan dirawat di sana hingga sembuh. Ia kembali ke kehidupan wajar bahkan naik angkutan umum. Namun beberapa hari kemudian ia sakit lagi, demam. Kembali ke rumah sakit ia diperiksa dan dites dengan hasil mengejutkan: virus yang sempat ada di tubuhnya muncul kembali.
- Penanganan virus corona ala Korea Selatan layak jadi panutan?
- Pria Jepang terjangkit virus corona setelah berkunjung ke Indonesia
- Virus corona: Kapan vaksin virus corona tersedia?
Kasus ini – dilaporkan oleh media publik Jepang NHK – membuat waspada para ahli, peneliti dan ilmuwan karena hingga kini banyak yang branggapan bahwa seseorang tak bisa terinfeksi Covid-19 dua kali (setidaknya dalam waktu berdekatan).
Beberapa negara seperti Inggris bahkan sempat mendasarkan strategi penanganan mereka untuk mengalahkan pandemi dengan pendekatan “herd immunity”.
Dengan pendekatan ini diharapkan sebagian besar populasi akan mengembangkan kekebalan alami sesudah terpapar virus tersebut.
Namun dengan adanya kasus pria Jepang tersebut, rencana seperti ini jadi sangat diragukan.
Maka itu kini komunitas ilmuwan kini fokus pada memecahkan permasalahan: seberapa benar bahwa tubuh mengembangkan kekebalan alami sesudah sembuh dari penyakit tersebut?
Infeksi ulang atau bangkitnya kembali virus?

Sementara kasus Covid-19 meningkat setiap harinya, ratusan peneliti berpacu mempelajari dampak virus ini pada manusia.
Pertanyaan soal kekebalan adalah salah satu faktor utama yang tak hanya membantu memahami perilaku panedmi ini, tetapi juga menyediakan jawaban tipe vaksin apa yang dibutuhkan untuk memeranginya.
Pan American Health Organization (PAHO) mengatakan kepada BBC Mundo bahwa “karena ini adalah virus baru dan kita masih mempelajarinya setiap hari, saat ini kita tak bisa mengatakan dengan yakin bahwa seseorang yang pernah terinfeksi dan sembuh, tak dapat terinfeksi lagi”.
Pendapat serupa dipegang oleh ahli virologi Spanyol, Luis Enjuanes, yang memastikan bahwa “ada sejumlah pasien, setidaknya 14%, yang sudah dites negatif, dites kembali dengan hasil positif”.
echter, dalam percakapan dengan BBC Mundo, peneliti pada Dewan Riset Nasional Spanyol (CSIC) menjelaskan kasus-kasus ini bisa jadi virus yang “hidup kembali” ketimbang terulangnya infeksi.
“Penjelasan saya, di antara beberapa yang mungkin, secara umum virus corona ini memang membuat orang mengembangkan kekebalan, tapi respons kekebalan itu tampaknya tidak terlalu kuat”.
“Maka ketika respons kekebalan melonggar, virus yang masih ada di beberapa saluran tubuh muncul kembali,” paparnya.

Untuk lebih paham teori Enjuanes ini – salah seorang ahli virus yang paling banyak meneliti tentang Covid-19 di Spanyol – perlu diperkirakan bahwa virus itu tertinggal di tubuh selama tiga bulan atau lebih.
“Standarnya, seseorang yang telah terinfeksi seharusnya menjadi 0 positif, atau telah mengembangkan kekebalan. Dan jika ia telah kebal, virus seharusnya tidak muncul lagi. Namun penginfeksinya bisa tetap ada di jaringan khusus yang mungkin tidak terpapar sistem pertahanan tubuh sebagaimana organ tubuh lainnya,” zei hij.
Berbagai tipe kekebalan
Kekebalan berbeda-beda, masing-masing tergantung pada penyakitnya.
Dalam kasus campak misalnya, cukup bagi pengidap untuk divaksinasi sekali saat kecil untuk bisa kebal seumur hidup.
Namun ada virus yang vaksinnya tidak seefektif itu. Maka orang harus menerapkan satu dosis untuk beberapa periode tertentu.
Ada pula kasus di mana virus bermutasi dengan vaksin baru harus diterapkan setiap tahun. Influenza atau flu adalah salah satu dari virus jenis ini.
Ilmuwan yang khusus mempelajari penyakit jenis ini, Isidoro Martinez, memastikan bahwa sekalipun ada kemungkinan infeksi ulang virus corona, tetap saja aneh apabila itu terjadi dengan segera, seperti halnya yang terjadi pada pasien Jepang tadi.
“Yang biasanya terjadi adalah, jika kekebalan tak bertahan lama, dalam epidemi seperti ini, maka dalam setahun atau dua tahun kita bisa terinfeksi lagi. Itu yang normal,” katanya kepada BBC Mundo.

“Namun jarang orang terinfeksi kembali oleh virus yang sama sesaat sesudah sembuh. Tambahan lagi kita harus ingat bahwa sepengetahuan kita, virus corona ini tidak berubah sesering virus influenza,” tambahnya.
dus, Martinez cenderung berpegang para teori serupa dengan Luis Enjuanes.
“Mungkin yang terjadi dalam kasus COvid-19 adalah orang yang hasilnya tesnya positif sesudah sebelumnya negatif karena mereka korban dari lonjakan sementara infeksi itu sebelum benar-benar hilang,” zei hij.
Tapi para ilmuwan dari Institut Kesehatan Carlos III Spanyol memperingatkan bahwa masih banyak yang harus dipelajari soal Covid-19.
Sekalipun sementara ini terlihat bahwa orang-orang yang pernah terinfeksi mengembangkan kekebalan, tak ada kepastian bahwa mereka tak akan pernah terinfeksi lagi.
Pertanyaan ini mengganggu para ilmuwan, karena ini merupakan dasar bagi perencanaan strategi kesehatan publik untuk memerangi virus corona.